Mengenal Kawasan Karst
Kawasan Karst merupakan ekosistem yang terbentuk dalam kurun waktu ribuan tahun, tersusun atas batuan karbonat (batukapur/batugamping) yang mengalami proses pelarutan sedemikian rupa hingga membentuk kenampakan morfologi dan tatanan hidrologi yang unik dan khas. Indonesia memiliki wilayah karst seluas 154.000 km persegi yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Salah satunya terletak di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah dikenal secara internasional sebagai Kawasan Karst Gunungsewu. Kawasan Karst Gunungsewu membentang dari sebelah timur Tinggian Imogiri hingga Kabupaten Pacitan bagian barat dengan luas mencapai 13.000 kilometer persegi. Karst Gunungsewu memiliki potensi yang luar biasa bagi penunjang kehidupan manusia. Berdasarkan sifat fisiknya, kawasan karst memiliki fungsi utama sebagai akuifer air yang memenuhi air baku bagi ratusan ribu masyarakat yang hidup di dalamnya, kawasan ini juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan ekosistem regional. Namun demikian, kawasan karst merupakan kawasan yang sangat rentan terhadap perubahan. Aktivitas manusia menjadi ancaman terbesar terhadap kelestarian fungsi ekologi karst. Hilangnya fungsi ekologi karst merupakan bencana bagi kehidupan manusia yang mustahil untuk dihindarkan.
Di Slovenia, istilah Karramengalami evolusi linguistik menjadi kars/kras yang bermakna daerah berbatu dan tandus. Pada akhir abad-18 hingga pertengahan abad 19, The Geographical & Geological Schooldi Vienna selalu menggunakan istilah kars/kras untuk menamakan daerah dengan “fenomena karst” dan berhasil meyakinkan dunia internasional untuk menggunakan istilah karst sebagai istilah ilmiah untuk menamakan daerah yang memiliki fenemina khas hingga sekarang.
Karst saat ini didefinisikan sebagai daerah yang memiliki bentang alam dan pola hidrologi khusus yang terbentuk dari kombinasi sifat batuan yang memiliki tingkat kelarutan tinggi serta porositas sekunder yang berkembang dengan baik (Ford & William, 2007). Bentang alam dan pola hidrologi khusus tersebut antara lain dicirikan dengan keterdapatan goa-goa, cekungan-cekungan tertutup, pola aliran celah, kenampakan jejak aliran purba (flute rock outcrops) dan kelimpahan mata air.
Salah satu faktor yang paling banyak menarik perhatian para ahli adalah keberadaan goa pada daerah karst. Goa karst merupakan laboratorium yang menyimpan berbagai informasi berharga untuk kegiatan maupun pekerjaan ilmiah di bawah permukaan daerah karst. Kawasan Karst yang dimiliki oleh Kabupaten Gunungkidul (Karst Gunungsewu) merupakan satu-satunya kawasan karst di Indonesia yang paling lengkap diteliti oleh para ahli baik dari dalam maupun luar negeri.
Penyelidikan Karst Gunungsewu diawali oleh Lehman pada awal abad 20, yaitu dengan memperkenalkan tipe karst yang didominasi bentuk kerucut (conical hill). Penyelidikan ini kemudian dilanjutkan oleh Bothe (1929) dan Bemmelen (1949). Secara umum karst memiliki dua aspek kajian, yaitu exokarst(karst permukaan) dan endokarst(karst bawah permukaan). Penyelidikan ilmiah yang dilakukan oleh Lehman, Bothe dan Bemmelen di kawasan Karst Wonosari baru menyentuh aspek-aspek exokarst, mengenai tatanan geologi yang merupakan bagian kecil dari kajian tentang Pegunungan Selatan. Kajian tentang endokarstsendiri baru dilakukan pada tahun 1983 oleh tim peneliti yang dipimpin Sir MacDonald, tergabung dalam British Cave And Research Assosiation(BCRA) dalam rangka kerjasama Departemen Pekerjaan Umum RI dengan Biro Kerjasama Luar Negeri Kerajaan Inggris.
Sumber : A.B. Rodhial Falah & Ahmad Yona Adiardi "Kemah Konservasi BKSDA Yogyakarta"
Editor oleh : Fuat Ferbi Nugroho